Jumat, 01 Agustus 2014

askep morbili

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN GANGGUAN MORBILI







Disusun oleh :
Fara Rahmadiyanti
Nilasari Sidik
Oni Mayasari
Reny Chusnul Hoiriyah





AKADEMI KEPERAWATAN HANG TUAH JAKARTA
TAHUN 2012/2013


KATA PENGANTAR


Puji syukur kelompok panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia–Nya yang telah dilimpahkan kepada kelompok sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang kelompok beri judul “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Morbili“. Adapun tujuan dan maksud penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Anak.
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok tidak luput dari kesalahan dan hambatan tetapi berkat bantuan, motivasi dan petunjuk serta kerja sama, maka makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, oleh karena itu pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terima kasih kepada:
1.        Letkol Laut (K/W) Siti Narsih, S. Kep, selaku Direktur Akademi Keperawatan Hang Tuah Jakarta.
2.      Mayor Laut (K) Ns. Amir Wibianto, S. Kep, selaku K.A. Penjamin Mutu Akademi Keperawatan Hang Tuah Jakarta dan pembimbing.
3.      Yana Setiawan, SKM, Skp, selaku pudir I Akedemi Keperawatan Hang Tuah Jakarta.
4.      Ns. Sugeng Haryono, S. Kep, selaku Pudir III Akademi Keperawatan Hang Tuah Jakarta
5.      Ns. Saptiah, S.kep selaku wali kelas.
6.      Ns. Eny Susyanti, S.Kep., selaku dosen pengajar Keperawatan Anak.
Kelompok menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu kelompok mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.Dan akhirnya kelompok mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi kelompok khususnya.

Jakarta, Maret 2013




DAFTAR ISI


Table of Contents


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Nama lain dari morbili adalah campak; measles; rubeola. Morbili ialah penyakit infeki virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: a. Stadium kataral, b. Stadium erupsi dan c. Stadium konvalensi. (Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985)
Morbili disebabkan oleh virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Cara penularan dengan droplet dan kontak.
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila si ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita penyakit ini setelah ia dilahirkan. Bila seorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus; bila ia menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.
Telah diketahui bahwa akhir-akhir ini penyakit morbili merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara kita, yakni dengan dilaprkannya kejadian wabah penyakit morbili di beberapa daerah dengan angka kesakitan dan kematian cukup tinggi. Di Indonesia menurut suervei kesehatan utama pada bayi (0,7%) dan urutan ke-5 dari 10 macam penyakit pada anak umur 1 – 4 tahun (0,77%). Di dunia secara global 10% dari semua penyebab kematian balita disebabkan oleh campak (kira-kira 800.000 kematian setiap tahun).
Untuk mencegah dan memberantas penyakit morbili, satu-satunya cara paling efektif adalah dengan jalan vaksinasi. Dengan tujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan


kematian, Depkes telah melaksanakan program pengembangan imunisasi sebagaimana yang telah dikampanyekan WHO.
Penyebab kematian pada morbili terutama akibat komplikasi yang dialami penderita seperti Bronkopneumonia, Gastroenteritis, Ensefalitis dan lain-lain.

B.      Tujuan Penulisan

1.         Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i sebagai calon perawat dapat mengetahui dan memahami keperawatan anak terutama mengenai penyakit morbili.
2.      Tujuan Khusus
Setelah  memahami tentang morbili atau penyakit campak diharapkan mahasiswa/i dapat:
a.       Menjelaskan pengertian dari morbili atau penyakit campak
b.      Menjelaskan tentang etiologi dari morbili atau penyakit campak
c.       Menjelaskan tentang patologi dan patoflow morbili atau penyakit campak
d.      Menjelaskan tentang komplikasi morbili atau penyakit campak

C.    Ruang Lingkup

Dalam makalah ini membahas tentang “Asuhan Keperawatan Anak dengan Morbili Penyakit Campak”.

D.    Metode Penulisan

Kelompok menggunakan metode study pustaka, makalah in dibuat dengan sumber buku dan internet sebagai referensi.

E.     Sistematika Penulisan

Penyusunan makalah ini dibuat secara sistematis dalam tiga bab, yaitu : Bab I  : Pendahuluan yang terdiri dari ; latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan teori yang terdiri dari; pengertian, etologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis banding, komplikasi, pengobatan, prognosis, pencegahan dan penatalaksanaan keperawatan. Bab III : Penutup yang terdiri dari ; kesimpulan dan saran. Daftar pustaka.



























BAB II
TINJAUAN TEORI


A.    Definisi

Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi. ( Suriadi dan Rita Yuliani, 2010)
Morbili ialah penyakit infeki virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: a. Stadium kataral, b. Stadium erupsi dan c. Stadium konvalensi. (Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985)
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, sangat menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium inkubasi, stadium prodromal dan stadium erupsi. (Prof. Dr. T. H. Rampengan, SpA(K), 2007)

B.     Etiologi

(Aziz Alimul, 2006)
Virus morbili yang berasal dari sekret saluran pernafasan, darah, dan urine dari orang yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan droplet dari orang yang terinfeksi.
Masa inkubasi selama 10 - 20 hari hari, dimana periode yang sangat menular adalah dari hari pertama hingga hari ke 4 setelah timbulnya rash (pada umumnya pada stadium kataral).

C.    Patofisiologi

(Rampengan, 2007)
Morbili merupakan infeksi umum dengan lesi patologis yang khas. Pada stadium prodromal terdapat hiperplasi jaringan limfoid pada tonsil, adenoid, kelenjar limfe, lien dan apendiks. Virus morbili dapat disebarkan oleh droplet atau kontak langsung dengan penderita.
Gambaran patologis yang karakteristik ialah distribusi yang luas dari multinucleated giant cell akibat fusi sel-sel.


Biasanya stadium kataral berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak Koplik yang patogmonorik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema.
Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel mononukleus dan terjadi peningkatan pada beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus, saluran cerna dan konjungtiva.
Pada konjungtiva, virus measles akan menghasilkan eksudat serosa di sekitar pembuluh kapiler sehingga timbul peradangan pada konjungtiva atau disebut konjungtivitis. Bila sudah terjadi peradangan/inflamasi maka mata akan terasa sensitif terhadap cahaya, fotofobia.
Pada stadium erupsi terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Pula terdapat sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah.
Adanya eksudat serosa dan proliferasi PMN dan MN di saluran cerna mengakibatkan hiperplasia jaringan limfoid dan peradangan mukosa usus yang dapat menghasilkan appendiksitis dan diare sebagai komplikasinya.
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.


D.    Gambaran Klinis

(Rampengan, 2007)
Masa tunas 10-20 hari.
Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
1.    Stadium kataral (prodromal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza.
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak Koplik yang patogmonorik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia.
Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai  influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak Koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.
2.    Stadium erupsi
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Di antara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya.
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Pula terdapat sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah.
Variasi dan morbili yang biasa ini ialah “black measles”, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.


3.    Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk mobili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi.
Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

E.     Tanda dan Gejala

(Ngastiyah, 2005)
Dibagi dalam 3 stadium
1.      Stadium Kataral
a.       Biasanya stadium ini  berlangsung selama  3 – 5 hari  disertai panas, demam, malaise, batuk,  korise, konjungtivitis,  dan fotofobia
b.      Menjelang akhir  stadium  ini 24 jam  sebelum  timbulnya eritema (titk merah) timbulnya bercak koplik  yang patognomonik tetapi  sangat jarang ditemui
c.       Bercak koplik berwarna  putih kelabu, sebagian ujung jarum dikelilingi  oleh eritema, yang lokasinya  di mukosa  bukalis berhadapan  molar bawah
d.      Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopetania.
2.      Stadium erupsi
a.       Koreza dan batuk-batuk bertambah
b.      Timbul eritema (titik merah) di palatum  durummole
c.       Eritema meningkat, berbentuk makula papula, mula-mula muncul dari belakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah
d.      Disertai suhu meninggi 40-40,5°C (104 –105°C)
e.       Rasa gatal dan muka bengkak
f.       Kadang-kadang terdapat pendarahan ringan dibawah kulit
g.      Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandi bula dan didaerah leher belakang
h.      Terdapat sedikit splenomegali
i.        Tak jarang disertai diare dan muntah
3.      Stadium konvalensi
a.       Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hyperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan  hilang sendiri
b.      Suhu tubuh menurun bila tidak ada komlpikasi

F.     Komplikasi

(Rampengan, 2007)
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis, bronkopneumonia dan kelainan neurologis.
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun (misal tuberkulosis), leukimia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan.
Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia, gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis.
Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang vaksin virus morbili hidup (ensefalitis morbili akut); pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif (immunosuppresive measles encephalopathy) dan sebagai subacute sclerosing panencephalitis (SSPE).
Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah dan sisa defisit neurologis sedikit. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1 : 1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
Otitis media merupakan salah satu komplikasi paling sering. Biasa terjadi akibat invasi virus ke dalam telinga tengah (tuba eustachii). Bila disertai infeksi sekunder, dapat terjadi  otitis media purulenta.
Mastoiditis merupakan komplikasi dari otitis media. Dengan pemberian antibiotik, komplikasi dapat dicegah.
SSPE adalah suatu penyakit degenarasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Penyakit ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang dan koma. Perjalanan klinis lambat dan sebagaian besar penderita meninggal dunia dalam 6 bulan – 3 tahun setelah terjadi gejala pertama. Meskipun demikian remisi spontan masih bisa terjadi.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbili memegang peranan dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur 2 tahun sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun setelah morbili. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi morbili didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5 - 1,1 tiap 10 juta; sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2 – 9,7 tiap 10 juta.
Immunosuppresive measles encephalophaty didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik karena keganasan atau karena pemakaian obat-obatan imunosupresif.
Di Afrika didapatkan kebutaan sebagai komplikasi morbili pada anak yang menderita malnutrisi.

G.    Penatalaksanaan

(Ngastiyah, 2005)
Pencegahan
1.      Imunisasi Aktif
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston B. Pelemahan berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersebut membawa perkembangan dan pemakaian Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pada penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas dimana campak terdapat secara endemis, imunisasi dapat diberikan ketika bayi berusia 12 bulan.

2.      Imunusasi Pasif
Imunusasi pasif dengan serum orang dewasa yang dikumpulkan, serum stadium penyembuhan yang dikumpulkan, globulin placenta (gama globulin plasma) yang dikumpulkan dapat memberikan hasil yang efektif untuk pencegahan atau melemahkan campak. Campak dapat dicegah dengan serum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB secara IM dan diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.

Penatalaksanaan Medis
Sesungguhnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi campak. Dengan istirahat yang cukup dan gizi yang baik, penyakit campak dapat sembuh cepat tanpa menumbulkan komplikasi yang berbahaya pada kasus yang ringan.
Umumnya dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1.      Isolasi untuk mencegah penularan
2.      Tirah baring dalam ruangan yang temaran (agar tidak menyilaukan)
3.      Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
4.      Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna
5.      Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
6.      Kompres air hangat bila suhu badan tinggi
7.      Obat-obat yang dapat diberika antara lain:
a.       Vitamin A dosis tunggal
Di bawah 1 tahun 100.000 unit
Di atas 1 taun 200.000 unit
b.      Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder (seperti otitis media dan pnemonia)

H.    Konsep Tumbuh Kembang Anak

Whaley dan Wong dalam Supartini (2004) mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran.
Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
Menurut Soetjiningsih (1995), secara umum terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu :
1.      Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui intruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa.
2.      Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi :
a.       Faktor lingkungan pada waktu masih di dalam kandungan (faktor prenatal). Faktor prenatal yang berpengaruh antara lain gizi ibu pada waktu hamil, faktor mekanis, toksin atau zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas, dan anoksia embrio.
b.      Faktor lingkungan setelah lahir (faktor postnatal). Lingkungan postnatal dapat digolongkan menjadi :
1)      Lingkungan biologis, meliputi ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme, dan hormon.
2)      Faktor fisik, meliputi cuaca, sanitasi, keadaan rumah, dan radiasi.
3)      Faktor psikososial, meliputi stimulasi, motivasi belajar,ganjaran atau hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stress, sekolah, cinta dan kasih sayang, dan kualitas interaksi anak-orang tua.
4)      Faktor keluarga dan adat istiadat, meliputi pekerjaan atau pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian orang tua, adat-istiadat, agama, urbanisasi, dan kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak dan anggaran.
Ciri-ciri tumbuh kembang anak
Tumbuh kembang anak yang dimulai sejak konsepsi sampai dewasa mempunyai cirri-ciri tersendiri, yaitu (Soetjiningsih, 1995) :
Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai maturitas atau dewasa, dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa perlambatan, serta laju tumbuh kembang yang berlainan diantara organ-organ. Pola perkembangan anak adalah sama, tetapi kecepatannya berbeda antara anak satu dengan lainnya. Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi system susunan saraf. Aktivitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas. Arah perkembangan anak adalah cephalocaudal. Refleks primitive seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang sebelum gerakan volunter tercapai.

I.       Konsep Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku yang memengarui kesembuan dan perjalanan penyakit anak selama di rawat di rumah sakit.
Untuk mengurangi dampak rawat nginap di rumah sakit, peran perawat sangat berpengaruh dalam mengurangi ketegangan anak. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak stres hospitalisas antara lain:

1.      Meminimalkan dampak perpisahan
2.      Mengurangi kehilangan kontrol
3.      Meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan nyeri
Faktor-faktor yang memengaruhi hospitalisasi pada anak:
1.      Fantasi dan unrealistic ansietas tentang kegelapan, monster, pembunuhan dan diawali oleh situasi yang asing
2.      Gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak diizinkan
3.      Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit
4.      Prosedur yang menyakitkan
5.      Takut cacat atau mati
6.      Berpisah dengan orang tua dan sibling
Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya, pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri.
1.      Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai:
a.       Pengalaman yang mengancam
b.      Stressor
c.       Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga
2.      Bagi anak hal ini mungkin terjadi karena:
a.       Anak tidak memahami mengapa dirawat/terluka
b.      Stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungn dan kebiasaan sehari-hari
c.       Keterbatasan mekanisme koping
3.      Reaksi anak terhadap sakit dan hopitalisasi dipengaruhi:
a.       Tingkat perkembangan usia
b.      Pengalaman sebelumnya
c.       Support system dalam keluarga
d.      Keterampilan koping
e.       Berat ringannya penyakit
4.      Manajemen asuhan keperawatan
a.       Batasi aturan dan dorongan pada perilaku
b.      Anjurkan ortu merencanakan kunjungan dengan anak
c.       Rencanakan kontak dengan guru dan teman
d.      Rencanakan aktivitas bermain, bergerak
e.       Ijinkan anak memilih dalam batasan yang dapat diterima

J.       Penatalaksanaan Perawatan

(Suriadi dan Rita Yuliani, 2010)

1.       Pengkajian

a.        Identitas diri :
b.      Pemeriksaan Fisik :
1.      Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
2.      Kepala : sakit kepala
3.      Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung (pada stad eripsi)
4.      Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa
pahit.
5.      Kulit : Permukaan kulit (kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada leher, muka, lengan dan kaki (pada stad. Konvalensi), evitema, panas (demam)
6.      Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi,
sputum
7.      Tumbang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi
8.      Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
9.      Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan
c.       Keadaan Umum : Kesadaran, TTV

2.      Diagnosa Keperawatan

a.       Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen
b.      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya batuk
c.       Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya rash
d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
e.       Gangguan akivitas diversional berhubungan dengan isolasi dari kelompok sebaya



3.      Perencanaan

a.       Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen
Hasil yang diharapkan :
1)      Anak yang rentan tidak mengalami penyakit
2)      Infeksi tidak menyebar
3)      Anak tidak menunjukkan bukti-bukti komplikasi seperti infeksi dan dehidrasi.
Intervensi:
1)      Tempatkan anak pada ruang khusus
R/: untuk menghindari terjadinya infeksi menular
2)      Gunakan prosedur perlindungan infeksi jika melakukan kontak dengan anak
R/: mengindari kontak langsung agar tidak menyebar terjadinya infeksi menular
3)      Pertahankan istirahat selama periode prodromal (kataral)
R/: mengistirahatkan fungsi tubuh
4)      Pertahankan hygiene tubuh yang baik
R/: untuk mengurangi resiko infeksi sekunder dari lesi
5)      Berikan serapan air sedikit tapi sering atau minuman kesukaan anak serta makanan halus atau lunak
R: untuk menjamin hidrasi yang adekuat, banyak anak-anak yang mengalami anoreksia selama sakit
6)      Berikan antibiotik sesuai order
R/: mengurangi/membunuh organisme virulen agar tidak menyebarkan infeksi menular
b.      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya batuk
Hasil yang diharapkan :
1)      Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi nafas bersih atau jelas
2)      Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, misal: batuk efektif dan mengeluarkan sekret



Intervensi :
1)      Kaji ulang status pernafasan (irama, kedalaman, suara napas, penggunaan otot bantu pernafasan, bernafas melalui mulut)
R/: mengetahui tipe pernafasan untuk menentukan intervensi selanjutnya
2)      Kaji ulang tanda-tanda vital
R/: mengetahui keadaan umum klien
3)      Berikan posisi tidur semi fowler/fowler
R/: melancarkan pernafasan
4)      Anjurkan anak untuk banyak minum
R/: membantu melancarkan jalan nafas
5)      Memberikan oksigen sesuai indikasi
R/: memberikan tambahan oksigen ke dalam paru-paru agar dapat berfungsi baik
6)      Berikan obat-obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti Bronkodilator)
R/: melancarkan bersihan jalan nafas
c.       Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya rash
Hasil yang diharapkan : kulit tetap utuh
Intervensi:
1)      Mempertahankan kuku anak tetap pendek, menjelaskan kepada anak untuk tidak menggaruk rash
R/: untuk meminimalkan trauma dan infeksi sekunder
2)      Memandikan klien dengan menggunakan sabun yang lembut
R/: mencegah infeksi
3)      Jika terdapat fotofobia, gunakan bola lampu yang tidak terlalu terang di kamar klien
R/: agar tidak menyilaukan
4)      Membersihkan bulu mata dengan air hangat untuk mengangkat sekret atau krusta, menjelaskan kepada anak untuk tidak mengusap mata
R/: agar tidak terjadi kontak langsung dan penyebaran infeksi pada mata
5)      Memeriksa kornea mata terhadap kemungkinan ulserasi
R/: mengantisipasi adanya penyebaran infeksi pada kornea
6)      Memberikan obat antipruritus topikal dan anestesi topical
R/: untuk mengurangi/menghilangkan rasa gatal
7)      Memberikan antihistamin sesuai order dan memonitor efek sampingnya
R/: agar tidak terjadi alergi
d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
Hasil yang diharapkan :
1)      Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal
2)      Tidak mengalami tanda malnutrisi
3)      Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai
Intervensi:
1)      Kaji ketidakmampuan anak untuk makan
R/: mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
2)      Ijinkan anak untuk merasakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
R/: untuk meningkatkan nafsu makan dan intake nutrisi pada anak
3)      Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi
R/: meningkatkan kualitas intake
4)      Menilai indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar lengan, membran mukosa)
R/: mengevaluasi efektivitas intervensi nutrisi
5)      Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering
R/: makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
6)      Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
R/: mengevaluasi adanya penurunan berat badan
7)      Mempertahankan kebersihan mulut anak
R/: mengindari adanya komplikasi
8)      Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
R/: meningkatkan pengetahuan
9)      Kolaborasi untuk pemberian nutrisi parenteral jika kebutuhan nutrisi melalui oral tidak mencukupi kebutuhan gizi anak
R/: memenuhi kebutuhan nutrisi pada anak
e.       Gangguan aktivitas diversional berhubungan dengan isolasi dari kelompok sebaya
Hasil yang diharapkan :
1)      Anak menunjukkan pemahaman tentang pembatasan
2)      Anak melakukan aktivitas yang tepat dan berinteraksi.
Intervensi:
1)      Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, keterampilan tangan, nonton  televisi)
R/: untuk melakukan aktivitas yang tepat dan berinteraksi
2)      Memberikan makanan yang menarik
R/: memberikan stimulus yang bervariasi bagi anak
3)      Melibatkan anak dalam mengatur jadwal harian dan memilih aktivitas yang diinginkan
R/: untuk melakukan aktivitas yang tepat dan berinteraksi
4)      Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika memungkinkan
R/: menghindari isolasi sosial pada anak terhadap teman sebayanya
5)      Anjurkan orang tua untuk tetap bersama anak selama hospitalisasi
R/: untuk menurunkan perpisahan dan memberikan kedekatan



4.       Pelaksanaan Keperawatan

1)       Dx 1
a)      Menempatkan anak di ruang khusus
RH:
Menghindari penyebaran infeksi
Anak tampak tidak nyaman
Anak terlihat terkena hospitalisasi
Anak merengek ingin pulang
b)      Memandikan anak
RH:  
Anak tetap tampak bersih dan wangi
Anak tampak segar
c)      Menganjurkan anak beristirahat
RH:
Anak mengikuti anjuran untuk beristirahat
Anak terlihat lemas
Anak terlihat tidak banyak beraktivitas
d)     Menganjurkan anak untuk minum sedikit tapi sering
RH:
Menghindari anak dehidrasi
e)      Memberikan antibiotik sesuai order
RH:
Obat masuk lancar
Obat masuk melalui IV
Anak menangis kesakitan saat dimasukkan obat
Anak terlihat takut
2)      Dx 2
a)      Mengakaji status pernafasan
RH:
Suara nafas ronki
Irama nafas lambat
Terdapat sekret
RR 20          
b)      Melakukan observasi TTV
RH:
N: 60
S: 37,5
RR: 20
c)      Memberikan posisi tidur semifowler
RH:
Anak dapat beristirahat
Anak terlihat lebih nyaman
Sekret anak lebih mudah dikeluarkan
d)     Memberikan obat bronkodilator, bisolvon:ventolin:NaCl = 1:1:1 dengaan nebulizer
RH:
Anak mudah mengeluarkan sekret
Sekret anak berwarna putih
Anak terlihat lebih lega
Anak tampak dapat lebih beristirahat
3)      Dx 3
1)      Mengajurkan keluarga memotong kuku anak agar tetap pendek
RH:
Tidak terdapat luka pada kulit anak
Terhidar dari infeksi sekunder
2)      Mengajurkan ibu untuk memandikan anak menggunakan sabun yang lembut
RH:
Anak tampak rapi dan bersih
Terhindar dari infeksi
3)      Menganjurkan ibu untuk membersihkan bagian sekitar mata menggunakan air hangat dan mencegah anak untuk mengusap mata

RH:
Anak terhindari dari infeksi kontak langsung pada mata
Anak merasa lebih nyaman
4)      Memeriksa kornea mata anak
RH:
Tidak terdapat tanda infeksi pada mata
5)      Memberikan obat ...........
RH:

5.       Evaluasi Keperawatan

1)       Dx 1
S : -
O : Anak tidak menunjukkan tanda-tanda penyebaran infeksi
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Intervensi tidak dilanjutkan
2)      Dx 2
S : Ibu dari Anak mengatakan sudah tidak ada sekret
Ibu mengatakan Anak sudah tidak sesak lagi
O : Anak tidak mengeluarkan sekret lagi
Anak dapat beristirahat
Anak terliahat dapat bernapas lega
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
3)      Dx 3
S : -
O : Tidak terdapat luka
Anak terhindar dari infeksi sekunder
Kulit tetap terawat rapi, bersih dan wangi
Tidak terjadi penyebaran infeksi ke mata
Tidak terdapat rash
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
4)      Dx 4
5)      Dx 5












BAB III
TINJAUAN KASUS


A.    Pengkajian

d.      Identitas diri : An. A
e.       Pemeriksaan Fisik :
1.      Mata : normal
2.      Kepala : sakit kepala
3.      Hidung : Banyak terdapat sekret, berwarna putih kental
4.      Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, batuk, mulut terasa pahit.
5.      Kulit : Rasa gatal, ruam makuler pada leher, muka, lengan dan kaki (pada stad.
Konvalensi), panas (demam)
6.      Pernafasan : Irama nafas lambat, RR 20x/menit, suara napas ronchi
7.      Tumbang : BB = 18kg, TB = 130cm, BB Lahir = 2,7kg
8.      Pola Defekasi : BAK = 2-4 kali sehari, BAB = 1 atau 2 hari sekali
9.      Status Nutrisi : Nafsu makanan menurun
10.  Keadaan Umum : Kesadaran composmentis, TTV = N : 60x/menit, S : 37,5,
RR : 20x/menit

B.    Diagnosa

1.      Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen
2.      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya batuk
3.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya rash
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya batuk
5.      Gangguan aktivitas diversional berhubungan dengan isolasi dari kelompok sebaya



BAB IV
PENUTUP


C.    Kesimpulan

Kesimpulan dari morbili ialah penyakit infeksi yang ditandai oleh tiga stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvensial. Virus ini berasal dari sekret saluran pernfasan,darah dan urin dari orang yang terinfeksi penyebaran virus ini melalui kontak langsung dengan orang yang terkena infeksi.
Morbili merupakan infeksi umum dengan lesi patoogs yan khas. Pada stadium prodromal terdapat jaringan limfoid pada tonsil, adenoid, kelenjar limfe, lien dan apendiks. Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva, menurut gmbaran klinis penyakit ini memiliki  masa tuns 10-20 hari.
1.      Stadium kataral : biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivis dan koriza.
2.      Stadium erupsi : koriza dan batuk bertambah
3.      Stadium konvalesensi : erupsi berkurang meninggalkan bekas berwarna lebih tua dan lama-kelaman akan hilang sendiri.
Komplikasi yang dapat disebabkan oleh virus morbilin terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut,ensefalitis, bronkopneumonia.

D.    Saran

1.    Kelompok menyadari bahwa pembuatan makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu, kelompok mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
2.    Untuk para mahasiswa hendaknya mempunyai kesadaran bahwa pentingnya pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan morbili.


DAFTAR PUSTAKA


Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Edisi pertama. Jakarta:
            Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Rampengan. 2007. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Edisi kedua. Jakarta: EGC
 Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi kedua. Jakarta: CV.
            Sagung Seto