ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN GANGGUAN MORBILI
Disusun
oleh :
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kelompok panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunia–Nya yang telah dilimpahkan kepada kelompok sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini yang kelompok beri judul “Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Morbili“. Adapun tujuan dan maksud
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Anak.
Dalam
penyusunan makalah ini, kelompok tidak luput dari kesalahan dan hambatan tetapi
berkat bantuan, motivasi dan petunjuk serta kerja sama, maka makalah ini dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, oleh karena itu pada
kesempatan ini kelompok mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Letkol Laut (K/W) Siti Narsih, S. Kep,
selaku Direktur Akademi Keperawatan Hang Tuah Jakarta.
2. Mayor
Laut (K) Ns. Amir Wibianto, S. Kep, selaku K.A. Penjamin Mutu Akademi
Keperawatan Hang Tuah Jakarta dan pembimbing.
3. Yana
Setiawan, SKM, Skp, selaku pudir I Akedemi Keperawatan Hang Tuah Jakarta.
4. Ns.
Sugeng Haryono, S. Kep, selaku Pudir III Akademi Keperawatan Hang Tuah Jakarta
5. Ns.
Saptiah, S.kep selaku wali kelas.
6. Ns.
Eny Susyanti, S.Kep., selaku dosen pengajar Keperawatan Anak.
Kelompok
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu kelompok
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.Dan akhirnya kelompok
mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
bagi kelompok khususnya.
Jakarta,
Maret 2013
DAFTAR ISI
Table of
Contents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Nama
lain dari morbili adalah campak; measles; rubeola. Morbili ialah penyakit
infeki virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: a. Stadium
kataral, b. Stadium erupsi dan c. Stadium konvalensi. (Staff Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 1985)
Morbili disebabkan oleh
virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa
prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Cara penularan dengan
droplet dan kontak.
Biasanya penyakit ini
timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan
secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut
kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila si ibu
belum pernah menderita morbili maka bayi yang dilahirkannya tidak mempunyai
kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita penyakit ini setelah ia
dilahirkan. Bila seorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2
bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus; bila ia menderita morbili
pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia mungkin melahirkan seorang
anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat badan lahir rendah
atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.
Telah diketahui bahwa
akhir-akhir ini penyakit morbili merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara kita, yakni dengan dilaprkannya kejadian wabah penyakit morbili di
beberapa daerah dengan angka kesakitan dan kematian cukup tinggi. Di Indonesia
menurut suervei kesehatan utama pada bayi (0,7%) dan urutan ke-5 dari 10 macam
penyakit pada anak umur 1 – 4 tahun (0,77%). Di dunia secara global 10% dari
semua penyebab kematian balita disebabkan oleh campak (kira-kira 800.000
kematian setiap tahun).
Untuk mencegah dan
memberantas penyakit morbili, satu-satunya cara paling efektif adalah dengan
jalan vaksinasi. Dengan tujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian, Depkes telah
melaksanakan program pengembangan imunisasi sebagaimana yang telah
dikampanyekan WHO.
Penyebab kematian pada
morbili terutama akibat komplikasi yang dialami penderita seperti
Bronkopneumonia, Gastroenteritis, Ensefalitis dan lain-lain.
B. Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i sebagai calon perawat dapat mengetahui dan memahami keperawatan anak terutama mengenai penyakit morbili.
Agar mahasiswa/i sebagai calon perawat dapat mengetahui dan memahami keperawatan anak terutama mengenai penyakit morbili.
2. Tujuan
Khusus
Setelah memahami tentang morbili atau penyakit campak
diharapkan mahasiswa/i dapat:
a. Menjelaskan
pengertian dari morbili atau penyakit campak
b. Menjelaskan
tentang etiologi dari morbili atau penyakit campak
c. Menjelaskan
tentang patologi dan patoflow morbili atau penyakit campak
d. Menjelaskan
tentang komplikasi morbili atau penyakit campak
C. Ruang
Lingkup
Dalam
makalah ini membahas tentang “Asuhan Keperawatan Anak dengan Morbili Penyakit
Campak”.
D. Metode
Penulisan
Kelompok
menggunakan metode study pustaka, makalah in dibuat dengan sumber buku dan
internet sebagai referensi.
E. Sistematika
Penulisan
Penyusunan
makalah ini dibuat secara sistematis dalam tiga bab, yaitu : Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari ; latar
belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup metode penulisan dan sistematika
penulisan. Bab II : Tinjauan teori yang terdiri dari; pengertian, etologi,
patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis banding, komplikasi, pengobatan,
prognosis, pencegahan dan penatalaksanaan keperawatan. Bab III : Penutup yang
terdiri dari ; kesimpulan dan saran. Daftar pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Morbili adalah penyakit infeksi virus
akut yang ditandai oleh tiga stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan
stadium konvalensi. ( Suriadi dan Rita Yuliani, 2010)
Morbili ialah
penyakit infeki virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: a.
Stadium kataral, b. Stadium erupsi dan c. Stadium konvalensi. (Staff Pengajar
Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985)
Morbili ialah penyakit
infeksi virus akut, sangat menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu
stadium inkubasi, stadium prodromal dan stadium erupsi. (Prof. Dr. T. H.
Rampengan, SpA(K), 2007)
B. Etiologi
(Aziz
Alimul, 2006)
Virus morbili yang berasal dari sekret
saluran pernafasan, darah, dan urine dari orang yang terinfeksi. Penyebaran
infeksi melalui kontak langsung dengan droplet dari orang yang terinfeksi.
Masa inkubasi
selama 10 - 20 hari hari, dimana periode yang sangat menular adalah dari hari
pertama hingga hari ke 4 setelah timbulnya rash (pada umumnya pada stadium
kataral).
C. Patofisiologi
(Rampengan,
2007)
Morbili merupakan infeksi umum dengan
lesi patologis yang khas. Pada stadium prodromal terdapat hiperplasi jaringan
limfoid pada tonsil, adenoid, kelenjar limfe, lien dan apendiks. Virus morbili
dapat disebarkan oleh droplet atau kontak langsung dengan penderita.
Gambaran
patologis yang karakteristik ialah distribusi yang luas dari multinucleated giant cell akibat fusi sel-sel.
Biasanya stadium
kataral berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia,
konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum
timbul enantema, timbul bercak Koplik yang patogmonorik bagi morbili, tetapi
sangat jarang dijumpai. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung
jarum dan dikelilingi oleh eritema.
Sebagai reaksi
terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel mononukleus
dan terjadi peningkatan pada beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Kelainan
ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus, saluran cerna dan
konjungtiva.
Pada
konjungtiva, virus measles akan menghasilkan eksudat serosa di sekitar pembuluh
kapiler sehingga timbul peradangan pada konjungtiva atau disebut
konjungtivitis. Bila sudah terjadi peradangan/inflamasi maka mata akan terasa
sensitif terhadap cahaya, fotofobia.
Pada stadium
erupsi terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu
badan. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka
bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang
dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di
sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Pula terdapat sedikit
splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah.
Adanya eksudat
serosa dan proliferasi PMN dan MN di saluran cerna mengakibatkan hiperplasia
jaringan limfoid dan peradangan mukosa usus yang dapat menghasilkan
appendiksitis dan diare sebagai komplikasinya.
Erupsi berkurang
meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan
akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan
pula kulit yang bersisik. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada
komplikasi.
D.
Gambaran Klinis
(Rampengan,
2007)
Masa tunas 10-20 hari.
Penyakit ini
dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
1.
Stadium
kataral (prodromal)
Biasanya stadium
ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia,
konjungtivitis dan koriza.
Menjelang akhir
stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak Koplik yang
patogmonorik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak Koplik
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema.
Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan
di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang
kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah
limfositosis dan leukopenia.
Secara klinis,
gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar
dapat dibuat bila ada bercak Koplik dan penderita pernah kontak dengan
penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.
2.
Stadium
erupsi
Koriza dan
batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan
palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya eritema
yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Di antara makula
terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di
bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah.
Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak.
Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan
seperti terjadinya.
Terdapat
pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher
belakang. Pula terdapat sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan
muntah.
Variasi dan
morbili yang biasa ini ialah “black measles”, yaitu morbili yang disertai
perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3.
Stadium
konvalesensi
Erupsi berkurang
meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan
akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering
ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala
patognomonik untuk mobili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau
eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi.
Suhu menurun
sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.
E. Tanda
dan Gejala
(Ngastiyah,
2005)
Dibagi dalam 3 stadium
1. Stadium Kataral
a.
Biasanya stadium
ini berlangsung selama 3 – 5 hari
disertai panas, demam, malaise, batuk,
korise, konjungtivitis, dan
fotofobia
b.
Menjelang
akhir stadium ini 24 jam
sebelum timbulnya eritema (titk merah)
timbulnya bercak koplik yang patognomonik
tetapi sangat jarang ditemui
c.
Bercak koplik
berwarna putih kelabu, sebagian ujung
jarum dikelilingi oleh eritema, yang
lokasinya di mukosa bukalis berhadapan molar bawah
d.
Gambaran darah
tepi ialah limfositosis dan leukopetania.
2.
Stadium erupsi
a.
Koreza dan
batuk-batuk bertambah
b.
Timbul eritema
(titik merah) di palatum durummole
c.
Eritema
meningkat, berbentuk makula papula, mula-mula muncul dari belakang
telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang
bawah
d.
Disertai suhu meninggi
40-40,5°C (104 –105°C)
e.
Rasa gatal dan
muka bengkak
f.
Kadang-kadang
terdapat pendarahan ringan dibawah kulit
g.
Terdapat
pembesaran kelenjar getah bening disudut mandi bula dan didaerah leher belakang
h.
Terdapat sedikit
splenomegali
i.
Tak jarang disertai
diare dan muntah
3.
Stadium
konvalensi
a.
Erupsi berkurang
meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hyperpigmentasi) yang lama-kelamaan
akan hilang sendiri
b.
Suhu tubuh menurun
bila tidak ada komlpikasi
F. Komplikasi
(Rampengan,
2007)
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang
menurun sehingga dapat terjadi alergi (uji tuberkulin yang semula positif
berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi
sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis, bronkopneumonia dan kelainan
neurologis.
Bronkopneumonia dapat
disebabkan oleh virus morbili atau oleh Pneumococcus, Streptococcus,
Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih
muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun (misal
tuberkulosis), leukimia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu
perlu dilakukan pencegahan.
Komplikasi neurologis
pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia, gangguan mental,
neuritis optika dan ensefalitis.
Ensefalitis morbili
dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang vaksin virus morbili
hidup (ensefalitis morbili akut); pada penderita yang sedang mendapat
pengobatan imunosupresif (immunosuppresive
measles encephalopathy) dan sebagai subacute
sclerosing panencephalitis (SSPE).
Ensefalitis morbili
akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah dan sisa defisit
neurologis sedikit. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1
: 1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili
hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
Otitis media merupakan
salah satu komplikasi paling sering. Biasa terjadi akibat invasi virus ke dalam
telinga tengah (tuba eustachii). Bila disertai infeksi sekunder, dapat
terjadi otitis media purulenta.
Mastoiditis merupakan
komplikasi dari otitis media. Dengan pemberian antibiotik, komplikasi dapat
dicegah.
SSPE adalah suatu
penyakit degenarasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Penyakit ini
progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa. Ditandai oleh
gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi
motorik, kejang dan koma. Perjalanan klinis lambat dan sebagaian besar
penderita meninggal dunia dalam 6 bulan – 3 tahun setelah terjadi gejala
pertama. Meskipun demikian remisi spontan masih bisa terjadi.
Penyebab SSPE tidak
jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbili memegang peranan dalam
patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur 2 tahun sedangkan
SSPE bisa timbul sampai 7 tahun setelah morbili. SSPE yang terjadi setelah
vaksinasi morbili didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita
SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5 - 1,1 tiap 10 juta; sedangkan setelah
infeksi morbili sebesar 5,2 – 9,7 tiap 10 juta.
Immunosuppresive
measles encephalophaty didapatkan pada anak dengan
morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik karena keganasan atau
karena pemakaian obat-obatan imunosupresif.
Di Afrika didapatkan
kebutaan sebagai komplikasi morbili pada anak yang menderita malnutrisi.
G.
Penatalaksanaan
(Ngastiyah,
2005)
Pencegahan
1.
Imunisasi Aktif
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston B. Pelemahan berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersebut membawa perkembangan dan pemakaian Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pada penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas dimana campak terdapat secara endemis, imunisasi dapat diberikan ketika bayi berusia 12 bulan.
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston B. Pelemahan berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersebut membawa perkembangan dan pemakaian Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pada penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas dimana campak terdapat secara endemis, imunisasi dapat diberikan ketika bayi berusia 12 bulan.
2.
Imunusasi Pasif
Imunusasi pasif dengan serum
orang dewasa yang dikumpulkan, serum stadium penyembuhan yang dikumpulkan,
globulin placenta (gama globulin plasma) yang dikumpulkan dapat memberikan
hasil yang efektif untuk pencegahan atau melemahkan campak. Campak dapat
dicegah dengan serum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB secara IM dan
diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.
Penatalaksanaan Medis
Sesungguhnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk
mengatasi campak. Dengan istirahat yang cukup dan gizi yang baik, penyakit
campak dapat sembuh cepat tanpa menumbulkan komplikasi yang berbahaya pada
kasus yang ringan.
Umumnya dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1.
Isolasi untuk mencegah penularan
2.
Tirah baring dalam ruangan yang temaran (agar tidak
menyilaukan)
3.
Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
4.
Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna
5.
Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
6.
Kompres air hangat bila suhu badan tinggi
7.
Obat-obat yang dapat diberika antara lain:
a.
Vitamin A dosis tunggal
Di bawah 1 tahun 100.000 unit
Di atas 1 taun 200.000 unit
b.
Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa
infeksi sekunder (seperti otitis media dan pnemonia)
H.
Konsep Tumbuh
Kembang Anak
Whaley dan Wong dalam Supartini (2004) mengemukakan pertumbuhan sebagai
suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitikberatkan
pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke
tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan
pembelajaran.
Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
Menurut Soetjiningsih (1995), secara umum terdapat dua faktor yang
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu :
1.
Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam
mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui intruksi genetik yang
terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan
kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan,
derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan
berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik antara lain adalah
berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa.
2.
Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat
menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Faktor lingkungan ini secara
garis besar dibagi menjadi :
a.
Faktor lingkungan pada waktu masih di dalam
kandungan (faktor prenatal). Faktor prenatal yang berpengaruh antara lain gizi
ibu pada waktu hamil, faktor mekanis, toksin atau zat kimia, endokrin, radiasi,
infeksi, stress, imunitas, dan anoksia embrio.
b.
Faktor lingkungan setelah lahir (faktor
postnatal). Lingkungan postnatal dapat digolongkan menjadi :
1)
Lingkungan biologis, meliputi ras, jenis
kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit
kronis, fungsi metabolisme, dan hormon.
2)
Faktor fisik, meliputi cuaca, sanitasi, keadaan
rumah, dan radiasi.
3)
Faktor psikososial, meliputi stimulasi,
motivasi belajar,ganjaran atau hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stress,
sekolah, cinta dan kasih sayang, dan kualitas interaksi anak-orang tua.
4)
Faktor keluarga dan adat istiadat, meliputi
pekerjaan atau pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, jumlah saudara, jenis
kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian orang tua, adat-istiadat,
agama, urbanisasi, dan kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi
prioritas kepentingan anak dan anggaran.
Ciri-ciri tumbuh kembang anak
Tumbuh kembang anak yang dimulai sejak
konsepsi sampai dewasa mempunyai cirri-ciri tersendiri, yaitu (Soetjiningsih,
1995) :
Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu
sejak konsepsi sampai maturitas atau dewasa, dipengaruhi oleh faktor bawaan dan
lingkungan. Dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa
perlambatan, serta laju tumbuh kembang yang berlainan diantara organ-organ. Pola
perkembangan anak adalah sama, tetapi kecepatannya berbeda antara anak satu
dengan lainnya. Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi system susunan
saraf. Aktivitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas. Arah perkembangan
anak adalah cephalocaudal. Refleks primitive seperti refleks memegang dan
berjalan akan menghilang sebelum gerakan volunter tercapai.
I.
Konsep Hospitalisasi
Hospitalisasi
merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada lingkungan rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau pengobatan sehingga dapat
mengatasi atau meringankan penyakitnya. Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat
menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emosi atau
tingkah laku yang memengarui kesembuan dan perjalanan penyakit anak selama di
rawat di rumah sakit.
Untuk
mengurangi dampak rawat nginap di rumah sakit, peran perawat sangat berpengaruh
dalam mengurangi ketegangan anak. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi
dampak stres hospitalisas antara lain:
1. Meminimalkan
dampak perpisahan
2. Mengurangi
kehilangan kontrol
3. Meminimalkan
rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan nyeri
Faktor-faktor
yang memengaruhi hospitalisasi pada anak:
1. Fantasi
dan unrealistic ansietas tentang kegelapan, monster, pembunuhan dan diawali
oleh situasi yang asing
2. Gangguan
kontak sosial jika pengunjung tidak diizinkan
3. Nyeri
dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit
4. Prosedur
yang menyakitkan
5. Takut
cacat atau mati
6. Berpisah
dengan orang tua dan sibling
Reaksi
tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan
kemampuan koping yang dimilikinya, pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit
adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri.
1. Hospitalisasi
bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai:
a. Pengalaman
yang mengancam
b. Stressor
c. Keduanya
dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga
2. Bagi
anak hal ini mungkin terjadi karena:
a. Anak
tidak memahami mengapa dirawat/terluka
b. Stress
dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungn dan kebiasaan
sehari-hari
c. Keterbatasan
mekanisme koping
3. Reaksi
anak terhadap sakit dan hopitalisasi dipengaruhi:
a. Tingkat
perkembangan usia
b. Pengalaman
sebelumnya
c. Support
system dalam keluarga
d. Keterampilan
koping
e. Berat
ringannya penyakit
4. Manajemen
asuhan keperawatan
a. Batasi
aturan dan dorongan pada perilaku
b. Anjurkan
ortu merencanakan kunjungan dengan anak
c. Rencanakan
kontak dengan guru dan teman
d. Rencanakan
aktivitas bermain, bergerak
e. Ijinkan
anak memilih dalam batasan yang dapat diterima
J. Penatalaksanaan
Perawatan
(Suriadi
dan Rita Yuliani, 2010)
1. Pengkajian
a.
Identitas
diri :
b. Pemeriksaan Fisik :
1.
Mata
: terdapat konjungtivitis, fotophobia
2.
Kepala
: sakit kepala
3.
Hidung
: Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung (pada
stad eripsi)
4.
Mulut
& bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa
pahit.
pahit.
5.
Kulit
: Permukaan kulit (kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada leher,
muka, lengan dan kaki (pada stad. Konvalensi), evitema, panas (demam)
6.
Pernafasan
: Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi,
sputum
sputum
7.
Tumbang
: BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi
8.
Pola
Defekasi : BAK, BAB, Diare
9.
Status
Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan
c. Keadaan Umum : Kesadaran, TTV
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Risiko penyebaran infeksi berhubungan
dengan organisme virulen
b.
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
berhubungan dengan adanya batuk
c.
Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan adanya rash
d.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
e.
Gangguan akivitas diversional
berhubungan dengan isolasi dari kelompok sebaya
3.
Perencanaan
a.
Risiko penyebaran infeksi berhubungan
dengan organisme virulen
Hasil
yang diharapkan :
1)
Anak yang rentan
tidak mengalami penyakit
2)
Infeksi tidak
menyebar
3)
Anak tidak
menunjukkan bukti-bukti komplikasi seperti infeksi dan dehidrasi.
Intervensi:
1)
Tempatkan anak pada ruang khusus
R/:
untuk menghindari terjadinya infeksi menular
2)
Gunakan prosedur perlindungan infeksi
jika melakukan kontak dengan anak
R/:
mengindari kontak langsung agar tidak menyebar terjadinya infeksi menular
3)
Pertahankan istirahat selama periode
prodromal (kataral)
R/:
mengistirahatkan fungsi tubuh
4)
Pertahankan hygiene
tubuh yang baik
R/: untuk mengurangi resiko infeksi sekunder dari lesi
5)
Berikan serapan air
sedikit tapi sering atau minuman kesukaan anak serta makanan halus atau lunak
R: untuk menjamin hidrasi yang adekuat, banyak
anak-anak yang mengalami anoreksia selama sakit
6)
Berikan antibiotik sesuai order
R/: mengurangi/membunuh organisme
virulen agar tidak menyebarkan infeksi menular
b.
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
berhubungan dengan adanya batuk
Hasil
yang diharapkan :
1) Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi nafas
bersih atau jelas
2) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
napas, misal: batuk efektif dan mengeluarkan sekret
Intervensi :
1)
Kaji ulang status pernafasan (irama,
kedalaman, suara napas, penggunaan otot bantu pernafasan, bernafas melalui
mulut)
R/:
mengetahui tipe pernafasan untuk menentukan intervensi selanjutnya
2)
Kaji ulang tanda-tanda vital
R/:
mengetahui keadaan umum klien
3)
Berikan posisi tidur semi fowler/fowler
R/:
melancarkan pernafasan
4)
Anjurkan anak untuk banyak minum
R/:
membantu melancarkan jalan nafas
5)
Memberikan oksigen sesuai indikasi
R/:
memberikan tambahan oksigen ke dalam paru-paru agar dapat berfungsi baik
6)
Berikan obat-obat yang dapat
meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti Bronkodilator)
R/:
melancarkan bersihan jalan nafas
c.
Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan adanya rash
Hasil yang
diharapkan : kulit tetap utuh
Intervensi:
1)
Mempertahankan kuku anak tetap pendek,
menjelaskan kepada anak untuk tidak menggaruk rash
R/: untuk meminimalkan
trauma dan infeksi sekunder
2)
Memandikan klien dengan menggunakan
sabun yang lembut
R/:
mencegah infeksi
3)
Jika terdapat fotofobia, gunakan bola
lampu yang tidak terlalu terang di kamar klien
R/:
agar tidak menyilaukan
4)
Membersihkan bulu mata dengan air hangat
untuk mengangkat sekret atau krusta, menjelaskan kepada anak untuk tidak
mengusap mata
R/:
agar tidak terjadi kontak langsung dan penyebaran infeksi pada mata
5)
Memeriksa kornea mata terhadap
kemungkinan ulserasi
R/:
mengantisipasi adanya penyebaran infeksi pada kornea
6)
Memberikan obat antipruritus topikal dan
anestesi topical
R/:
untuk mengurangi/menghilangkan rasa gatal
7)
Memberikan antihistamin sesuai order dan
memonitor efek sampingnya
R/:
agar tidak terjadi alergi
d.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
Hasil
yang diharapkan :
1) Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan
stabil dengan nilai laboratorium normal
2)
Tidak mengalami tanda
malnutrisi
3) Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai
Intervensi:
1)
Kaji ketidakmampuan anak untuk makan
R/: mengawasi masukan
kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
2)
Ijinkan anak untuk merasakan makanan yang
dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat
selera makan anak meningkat
R/:
untuk meningkatkan nafsu makan dan intake nutrisi pada anak
3)
Berikan makanan yang disertai dengan
suplemen nutrisi
R/:
meningkatkan kualitas intake
4)
Menilai indikator terpenuhinya kebutuhan
nutrisi (berat badan, lingkar lengan, membran mukosa)
R/: mengevaluasi efektivitas
intervensi nutrisi
5)
Menganjurkan kepada orang tua untuk
memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering
R/: makan sedikit dapat
menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
6)
Menimbang berat badan setiap hari pada
waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
R/:
mengevaluasi adanya penurunan berat badan
7)
Mempertahankan kebersihan mulut anak
R/:
mengindari adanya komplikasi
8)
Menjelaskan pentingnya intake nutrisi
yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
R/:
meningkatkan pengetahuan
9)
Kolaborasi untuk pemberian nutrisi
parenteral jika kebutuhan nutrisi melalui oral tidak mencukupi kebutuhan gizi
anak
R/:
memenuhi kebutuhan nutrisi pada anak
e.
Gangguan aktivitas diversional
berhubungan dengan isolasi dari kelompok sebaya
Hasil yang diharapkan :
1) Anak menunjukkan pemahaman tentang pembatasan
2) Anak melakukan aktivitas yang tepat dan berinteraksi.
Intervensi:
1)
Memberikan aktivitas ringan yang sesuai
dengan usia anak (permainan, keterampilan tangan, nonton televisi)
R/:
untuk melakukan aktivitas yang
tepat dan berinteraksi
2)
Memberikan makanan yang menarik
R/:
memberikan stimulus yang bervariasi bagi anak
3)
Melibatkan anak dalam mengatur jadwal
harian dan memilih aktivitas yang diinginkan
R/:
untuk melakukan aktivitas yang
tepat dan berinteraksi
4)
Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas
sekolah selama di rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman
melalui telepon jika memungkinkan
R/:
menghindari isolasi sosial pada anak terhadap teman sebayanya
5) Anjurkan
orang tua untuk tetap bersama anak selama hospitalisasi
R/: untuk
menurunkan perpisahan dan memberikan kedekatan
4. Pelaksanaan Keperawatan
1)
Dx 1
a)
Menempatkan anak
di ruang khusus
RH:
Menghindari
penyebaran infeksi
Anak tampak
tidak nyaman
Anak terlihat
terkena hospitalisasi
Anak merengek
ingin pulang
b)
Memandikan anak
RH:
Anak tetap
tampak bersih dan wangi
Anak tampak
segar
c)
Menganjurkan
anak beristirahat
RH:
Anak mengikuti
anjuran untuk beristirahat
Anak terlihat
lemas
Anak terlihat
tidak banyak beraktivitas
d)
Menganjurkan
anak untuk minum sedikit tapi sering
RH:
Menghindari anak
dehidrasi
e)
Memberikan
antibiotik sesuai order
RH:
Obat masuk
lancar
Obat masuk
melalui IV
Anak menangis
kesakitan saat dimasukkan obat
Anak terlihat
takut
2)
Dx 2
a)
Mengakaji status
pernafasan
RH:
Suara nafas
ronki
Irama nafas
lambat
Terdapat sekret
RR 20
b)
Melakukan
observasi TTV
RH:
N: 60
S: 37,5
RR: 20
c)
Memberikan
posisi tidur semifowler
RH:
Anak dapat
beristirahat
Anak terlihat
lebih nyaman
Sekret anak
lebih mudah dikeluarkan
d)
Memberikan obat
bronkodilator, bisolvon:ventolin:NaCl = 1:1:1 dengaan nebulizer
RH:
Anak mudah
mengeluarkan sekret
Sekret anak berwarna
putih
Anak terlihat
lebih lega
Anak tampak
dapat lebih beristirahat
3)
Dx 3
1)
Mengajurkan
keluarga memotong kuku anak agar tetap pendek
RH:
Tidak terdapat
luka pada kulit anak
Terhidar dari
infeksi sekunder
2)
Mengajurkan ibu
untuk memandikan anak menggunakan sabun yang lembut
RH:
Anak tampak rapi
dan bersih
Terhindar dari
infeksi
3)
Menganjurkan ibu
untuk membersihkan bagian sekitar mata menggunakan air hangat dan mencegah anak
untuk mengusap mata
RH:
Anak terhindari
dari infeksi kontak langsung pada mata
Anak merasa
lebih nyaman
4)
Memeriksa kornea
mata anak
RH:
Tidak terdapat
tanda infeksi pada mata
5)
Memberikan obat
...........
RH:
5. Evaluasi Keperawatan
1)
Dx 1
S : -
O : Anak tidak menunjukkan
tanda-tanda penyebaran infeksi
A : Tujuan tercapai, masalah
teratasi
P : Intervensi tidak
dilanjutkan
2)
Dx 2
S : Ibu dari Anak mengatakan
sudah tidak ada sekret
Ibu mengatakan Anak sudah
tidak sesak lagi
O : Anak tidak mengeluarkan
sekret lagi
Anak dapat beristirahat
Anak terliahat dapat
bernapas lega
A : Tujuan tercapai, masalah
teratasi
P : Intervensi dihentikan
3)
Dx 3
S : -
O : Tidak terdapat luka
Anak terhindar dari infeksi
sekunder
Kulit tetap terawat rapi,
bersih dan wangi
Tidak terjadi penyebaran
infeksi ke mata
Tidak terdapat rash
A : Tujuan tercapai, masalah
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
4)
Dx 4
5)
Dx 5
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
d. Identitas diri : An. A
e. Pemeriksaan Fisik :
1.
Mata
: normal
2.
Kepala
: sakit kepala
3.
Hidung
: Banyak terdapat sekret, berwarna putih kental
4.
Mulut
& bibir : Mukosa bibir kering, batuk, mulut terasa pahit.
5.
Kulit
: Rasa gatal, ruam makuler pada leher, muka, lengan dan kaki (pada stad.
Konvalensi), panas (demam)
6.
Pernafasan
: Irama nafas lambat, RR 20x/menit, suara napas ronchi
7.
Tumbang
: BB = 18kg, TB = 130cm, BB Lahir = 2,7kg
8.
Pola
Defekasi : BAK = 2-4 kali sehari, BAB = 1 atau 2 hari sekali
9.
Status
Nutrisi : Nafsu makanan menurun
10.
Keadaan
Umum : Kesadaran composmentis, TTV = N : 60x/menit, S : 37,5,
RR : 20x/menit
B.
Diagnosa
1. Risiko
penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen
2. Tidak
efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya batuk
3. Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan adanya rash
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya batuk
5. Gangguan
aktivitas diversional berhubungan dengan isolasi dari kelompok sebaya
BAB IV
PENUTUP
C. Kesimpulan
Kesimpulan dari morbili ialah penyakit
infeksi yang ditandai oleh tiga stadium kataral, stadium erupsi dan stadium
konvensial. Virus ini berasal dari sekret saluran pernfasan,darah dan urin dari
orang yang terinfeksi penyebaran virus ini melalui kontak langsung dengan orang
yang terkena infeksi.
Morbili
merupakan infeksi umum dengan lesi patoogs yan khas. Pada stadium prodromal
terdapat jaringan limfoid pada tonsil, adenoid, kelenjar limfe, lien dan
apendiks. Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus
dan konjungtiva, menurut gmbaran klinis penyakit ini memiliki masa tuns 10-20 hari.
1.
Stadium kataral : biasanya stadium ini
berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia,
konjungtivis dan koriza.
2.
Stadium erupsi : koriza dan batuk
bertambah
3.
Stadium konvalesensi : erupsi berkurang
meninggalkan bekas berwarna lebih tua dan lama-kelaman akan hilang sendiri.
Komplikasi yang dapat disebabkan oleh
virus morbilin terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media
akut,ensefalitis, bronkopneumonia.
D.
Saran
1.
Kelompok menyadari bahwa pembuatan
makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu, kelompok mengharapkan saran dan
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
2.
Untuk para mahasiswa hendaknya mempunyai
kesadaran bahwa pentingnya pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada anak
dengan gangguan morbili.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz
Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan
Anak. Edisi pertama. Jakarta:
Salemba Medika
Ngastiyah. 2005.
Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Rampengan. 2007.
Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.
Edisi kedua. Jakarta: EGC
Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi
kedua. Jakarta: CV.
Sagung Seto